Kamis, 19 September 2013

Indahnya sorga bagi anak-anak








Membimbing anak-anak usia dini agar memiliki akhlakul karimah, butuh pendekatan yang agak unik. Mereka cenderung  mengikuti keinginan hati, ketimbang harus melakukan hal-hal baik yang kita jelaskan pada mereka. Mereka enggan melangkah ketika kita meminta mereka untuk melakukan sholat , mereka juga sering mengeluh ketika kita –sebagai orang tua- meminta mereka untuk belajar, atau saat mereka berbuat salah, mereka juga berkeberatan meminta ma’af, atau lebih parah lagi anak-anak kita acapkali bertengkar, atau mengolok-olok teman-temannya, bahkan lebih ekstrim lagi mereka berkelahi.Dan satu lagi hal yang kerap mereka lakukan tanpa merasa bersalah, mereka suka menertawakan apabila ada teman yang jatuh dari sepeda atau jatuh karena berlari.

Sebagai orang tua, apalagi sebagai seorang ibu, tentu kita telah memberikan rambu-rambu pada anak kita yang masih dalam usia pertumbuhan, mana yang boleh dilakukan dan mana hal yang tidak boleh diperbuat. Tapi…kita tidak bisa menutup mata, bahwa anak-anak kita juga tidak selalu berada di rumah. Apalagi di pedesaan seperti tempat tinggalku, anak-anak seringkali berinteraksi dengan lingkungan sekitar, yang notabene tidak semuanya memberikan dampak positif bagi mereka. Belum lagi tayangan televisi  yang kebanyakan lebih tidak mengedepankan nilai-nilai edukatif. Padahal mayoritas tayangan di televisi tersebut amat banyak penggemarnya, termasuk anak-anak. Aq kadang berpikir dan cukup prihatin, bagaimana anak-anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang suka menghargai orang lain, kalo yang mereka lihat adalah acara komedi yang pemain-pemainnya seringkali mencela fisik lawan mainnya –kendati itu hanya guyonan-. Apa mungkin bangsa ini memiliki generasi  jempolan, bila yang ditonton adalah tayangan yang menampilkan adegan pukul-pukulan ( meski hanya dengan bahan yang tidak berbahaya ) dilanjutkan dengan ditertawakan oleh penontonnya. Dan ironisnya acara semacam ini malah menjadi acara yang ngetop dan lagi happening. HERAN!

Dengan kondisi semacam ini, aq mencoba menyikapi dengan bijak. Tak mungkin juga kita meminta pihak TV tuk menghilangkan adegan-adegan konyol tersebut, karena itu adalah trademark mereka, yang bikin acara tersebut laku di pasaran.So, setiap kali anakku melihat tayangan semacam itu, sebisa mungkin aq mendampingi, dan memberikan pehamahan yang benar. Atau dengan  istilah lain, aq mencuci otak mereka, bahwa adegan yang mengejek satu sama lain itu hanyalah skenario, dan tidak boleh di tiru oleh anak-anak.Selain itu ada hal yang lebih manjur lagi agar anak-anak mau dengan ikhlas berbuat kebaikan

Apakah itu? TELADAN! Yap ….Teladan dari orang tua hampir dipastikan dapat memacu anak-anak untuk berakhlakul karimah.
Bila kita menginginkan anak kita rajin sholat, maka kita bisa memulai dengan mengajak mereka sholat berjama’ah. Jangan hanya koar-koar menyuruh mereka sholat, tapi orang tua asyik dengan kesibukan lain
Jika kita menginginkan agar anak kita belajar, maka temani mereka selagi mereka belajar, kendati kita hanya duduk disampingnya sambil membaca koran.
Kalau kita berharap anak kita mau mengucapkan kata ma’af jika mereka melakukan sebuah kesalahan, maka kita juga harus melakukan hal yang sama.

Dan bila kita mengharap anak kita rukun dan suka menolong temannya, atau orang lain, kita bisa mengiming-imingi mereka dengan sorga. Caranya gampang saja…Diskripsikan pada anak-anak kita betapa indahnya sorga, pemandangan yang sejuk, rumah yang indah, kebun  yang bertabur bunga dan buah, atau kalimat yang lebih indah lainnya. Lalu katakan pada mereka bahwa semua itu akan mereka dapatkan jika mereka berbuat baik, jika mereka tidak mau berbuat baik, tentu rumah indah dan segala yang ada di sorga tidak boleh ditempati. Itu saja, insya Alloh anak usia 5-6 tahun sudah bisa memahami konsep sorga.  Dan jangan sekali-kali mengancam anak-anak dengan siksa neraka, karena hal itu sama sekali tidak efektif.  Dan kita tidak perlu mengatakan pada mereka kalo anak nakal itu temannya setan. Malah akan menimbulkan persepsi yang kurang tepat  bagi mereka.

So…intinya , merayu dengan memaparkan indahnya sorga itu lebih mengena bagi anak -anak  ketimbang mengancam dengan siksa neraka.

Rabu, 18 September 2013

Kontroversi Hati







Berusaha tuk istiqomah membuat postingan bagi blog ini ternyata cukup merepotkan. Ada banyak sekali hal-hal kecil yang seringkali di dramatisir menjadi alasan kuat buat nggak posting artikel. Mulai gak ada waktu lah, terlalu sibuk untuk urusan lain lah,belum dapat ide yang pas lah, belum dapet ilham lah,  sampai gak ada foto yang pas untuk artikel yang kubuat lah… hehehe…..Ada yang bilang semua itu tergantung niat. Tapi bagiku itu tak sepenuhnya benar. Karena kalo boleh jujur, aq toh selalu punya niat tuk meng-up date blogku, tapi nyatanya durasi dan frekuensinya tetap amburadul alias tidak bisa berkala. 

Sebenarnya ada banyak cara agar aq bisa selalu eksis dalam memperbarui dan menampilkan artikel yang baru , lebih fresh dan menarik banyak pengunjung tentunya. Tapi masalahnya sangat klasik dan klise , yaitu selalu terasa berat untuk memulai bertindak. Kalo boleh pinjam istilahnya Vicky Prasetyo, selalu terjadi “kontroversi hati” saat akan mulai ngeblog. Padahal aq hanya membutuhkan tindakan sederhana tuk bikin postingan. Benerkan….?

Aq hanya perlu sedikit melakukan pemaksaan terhadap jari jemariku agar mau hinggap di atas tuts keyboard computer. Seharusnya,   ini akan menjadi aktivitas yang sangat mudah dan tanpa memerlukan banyak kalori kan? Tapi nyatanya.kadang artikel yang kubuat gak ada juntrungannya dan terpaksa harus ku delete karena –menurutku- gak layang tayang.( meski postingan yang ada juga jauh dari sempurna). Walhasil sampai saat ini baru beberapa artikel yang menghiasi blog ini. 

Memang sih aq betul-betul awam soal ngeblog, tapi seharusnya aq bisa BW agar blogku lebih cantik dan menggoda siapapun tuk “sekedar” mampir. Aq baru beberapa kali BW …dan Alhamdulillah ada beberapa pengetahuan baru juga sih….( Coba kalo BWnya berkali kali dan lebih sering, pasti ilmu yang didapat lebih banyak dan berjibun, hehehe). Semua hal  memang mengalami proses dan berproses, tak terkecuali blog ini.

 Pernah terlintas sih aq mau bikin blog baru  dengan tema yang baru lagi, tapi sampai saat ini belum bisa kulakukan , karena menurutku akan lebih baik jika aq mengoptimalkan diri untuk merenovasi blog ini dulu, bila mungkin suatu saat nanti blog ini sudah memenuhi harapanku, aq ingin sekali bikin blog lain lagi. Dengan kata yang lebih manis, blog ini adalah tolak ukur bagiku untuk mengetahui seberapa berkomitmen aq pada sebuah pilihan. Dan menjadikan blog ini sukses adalah sebuah tantangan besar, mengingat aq hanya  tinggal di sebuah desa yang jauh dari hingar bingar perkotaan yang mungkin masih sangat memerlukan “konspirasi kemakmuran”.

Tapi minimal, dengan terbitnya artikel ini aku telah mengalahkan ketakutanku. Ketakutan akan ketidakbagusan artikel yang kubuat. Ketakutan akan ‘ketidakmenarikan’ artikel ini. Ketakutan bahwa postinganku gak akan ada yang mengunjungi…. Dan seabrek ketakutan-ketakutan yang lain.
So, dengan tersenyum  dan berbalut ” konfidensisasi”, di atas adalah postinganku untuk menunjukkan “statusisasi” dalam rangka mewujudkan “harmonisisasi” antara jiwa dan pikiranku.

Warning:
Istilah dalam tanda petik  adalah bukan termasuk dalam “vocabularisasi” pada KBBI. Hehehe…